Tahun 2020 menjadi tahun yang bersejarah karena sesuatu yang tak kasat mata memporakporandakan tatanan semua negara. Ya, COVID-19. Bermula dari Wuhan, China yang kemudian menyebar ke seluruh provinsi di dataran China. Dalam waktu singkat COVID-19 menyebar ke hampir semua negara di dunia. Tercatat bahwa pasien pertama yang terindikasi menunjukkan gejala terserang virus COVID-19 di Wuhan adalah pada tanggal 29 Desember 2019. Ketika itu dunia medis setempat masih menyebutnya unknown pneumonia karena gejalanya mirip dengan pneumonia.

Kian hari jumlah pasien yang menunjukkan gejala yang sama terus meningkat. Kurva orang-orang yang terjangkit COVID-19 meroket, dari angka puluhan menuju ratusan bahkan ribuan. Tidak hanya di wilayah Hubei melainkan menyebar ke seluruh provinsi tak terkecuali di Provinsi Jilin kota Changchun, tempat saya mengais ilmu di Northeast Normal University (NENU).

Tanggal 23 Januari 2020 pemerintah China resmi menerapkan kebijakan lockdown di kota Wuhan. Segala macam transportasi jalur darat, air, maupun udara di, menuju, dan dari Kota Wuhan diberhentikan total. Ribuan sekolah dan tempat wisata di seluruh provinsi di dataran China ditutup sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan agar mobilitas warga bisa dikendalikan.

Mendengar berita tentang jumlah pasien yang terus meningkat tak terkendali setiap hari membuat kami (mahasiswa Internasional di Northeast Normal University/NENU) merasa takut dan was-was terhadap kemungkinan buruk yang akan terjadi. Awalnya semua mahasiswa Indonesia di NENU sengaja tidak pulang ke tanah air pada liburan musim dingin ini. Namun pada 28 Januari 2020, beberapa di antara kami memutuskan untuk segera pulang ke Indonesia sebelum bandara kota Changchun ditutup oleh pemerintah China.

Berselimut rasa was-was, panik, dan takut akibat persebaran COVID-19 yang semakin masif, saya memutuskan untuk tetap bertahan. Saya turut menjadi saksi mata atas kepanikan, kesunyian, dan ketakutan warga Kota Changchun yang mendadak sepi akibat kebijakan lockdown.

Teman-teman sempat membujuk saya untuk ikut pulang ke Indonesia. Tetapi saya ragu. Nurani saya mengatakan, saya akan aman jika saya menetap disini. Perjalanan pulang ke Indonesia sangat berisiko bagi saya. Sebab selama perjalanan pulang ke Indonesia, saya  harus transit di beberapa kota atau negara seperti di kota Guangzhou, Shanghai, Thailand, Malaysia, atau Singapure. Tidak ada jaminan bahwa tempat-tempat transit tersebut masih steril dari COVID-19.

Maka dari itu saya memutuskan untuk tetap tinggal. 31 Januari 2020, sebagian besar teman-teman terbang ke Indonesia. Hanya 6 orang mahasiswa Indonesia yang memilih untuk tetap tinggal di asrama kampus ini.

2 Februari 2020, NENU resmi mengumumkan akan menerapkan kebijakan lockdown di dalam kampus. Semua gerbang kampus dikunci rapat, dijaga satuan keamanan 24 jam penuh. Seluruh sudut kampus dipasang kamera CCTV agar kami tidak bisa keluar atau melarikan diri. Jika ada mahasiswa yang berani melarikan diri dengan melompat pagar, maka konsekuensinya adalah DO (drop out). Satu persatu semua universitas di China mulai menerapkan hal serupa meski dengan aturan teknis yang berbeda-beda.

NENU benar-benar sangat perhatian dan menjaga ketat mahasiswa internasional yang tinggal di asrama. Setiap hari kami mendapatkan himbauan agar melakukan social distancing, memakai masker saat keluar kamar, mencuci tangan dan menjaga kebersihan diri.

Pemantauan kesehatan tubuh pun menjadi prioritas utama selama kebijakan lockdown diperlakukan di kampus NENU. Kami diwajibkan melaporkan kondisi tubuh setiap hari kepada guru kami, kami harus rutin mengecek suhu tubuh, rutin berolahraga di kamar dan selalu diingatkan agar kami cukup makan dan istirahat agar tidak stress. Sebab stress akan memperlemah daya tahan tubuh kami.

Terkadang satu minggu sekali dosen dari Fakultas Psikologi mengirimkan pesan untuk kami tentang bagaimana cara melakukan relaksasi pernafasan agar pikiran dan perasaan menjadi tenang. Bagi saya, tanpa melakukan relaksasi itupun saya sudah sangat tenang karena hiruk pikuk di kampus menjadi berkurang sangat drastis. Kehidupan kampus yang semula ramai dan penuh tantangan, menjadi hening dan hanya terdengar suara alam ditengah musim dingin. Lingkungan kampus menjadi sangat lengang, tenang, dan hening.

Kami tidak dianjurkan untuk terus-menerus melihat perkembangan berita tentang pasien COVID-19 ini, tujuannya jelas untuk menjaga kesehatan psikologis kami. Ya memang benar, panik hanya akan merusak kesehatan diri sendiri. Justru yang panik adalah keluarga dan teman-teman di Indonesia karena mereka kebanjiran informasi yang tidak jelas validitasnya tentang virus corona ini.

Semenjak kami tidak diijinkan untuk keluar wilayah kampus, NENU menyediakan segala macam kebutuhan pangan mahasiswanya. Ada petugas khusus yang rutin berbelanja ke pasar untuk membelikan sayuran dan makanan yang kami butuhkan setiap dua kali seminggu. Supermarket dan kantin kampus juga dibuka, hanya saja makanan yang disajikan sangat sedikit dan kami wajib makan di asrama (tidak boleh dimakan di kantin) agar tidak menimbulkan kerumunan.

Bukan hanya pihak NENU saja yang sangat perhatian kepada kami, pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) pun menaruh perhatian yang sangat besar. Tercatat pada tanggal 20 Februari 2020, mahasiswa Indonesia di Provinsi Jilin menerima bantuan masker medis. Satu bantuan kecil yang sangat berharga mengingat pada masa itu masker di China sangat susah didapatkan karena permintaan masker meningkat tajam.

Lalu pada 28 Februari 2020 kami mendapat kiriman vitamin C. Terakhir pada 11 April 2020 kami mendapat kiriman Indomie yang sangat banyak, jumlah yang lebih dari cukup untuk mengobati rasa rindu kepada tanah air.

16 Mei 2020, hampir tiga bulan kami masih terisolasi di dalam kampus. Meski angka pasien penderita COVID-19 di China sudah berkurang drastis, kami masih dijaga ketat di dalam kampus. Setiap mahasiswa yang diizinkan untuk kembali ke kampus harus bersedia dikarantina selama 14 hari di gedung yang telah disediakan oleh kampus guna menghindari risiko terburuk.

Erlina Anggraini
Mahasiswa Master of Developmental and Educational Psychology Di Northeast Normal University (NENU), China.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.