Judul Buku: Melintasi Seribu Stasiun

Penulis: J. Osdar

Penerbit: Penerbit Buku Kompas

Cetakan: Pertama, 2020

Tebal: 123 halaman

BUKU ini merupakan pengamatan J. Osdar saat mengikuti perjalanan dinas Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero, Edi Sukmoro, menglintasi 1.000 stasiun di Jawa. Osdar menganalogikan 1.000 stasiun yang dilewatinya dengan Lawang Sewu—gedung ikon pariwisata Indonesia.

Perjalanan Osdar melewati lebih dari 500 stasiun besar dan kecil di seluruh Pulau Jawa dari tahun 2017 sampai 2019. Selama tahun 2019, sampai Juli, Osdar merupakan satu dari sekitar 425 juta orang yang diangkut kereta api di Indonesia.

Laporan naik kereta api dari Stasiun Tugu Yogyakarta diawali lewat Stasiun Lempuyangan dan Stasiun Solo Balapan sampai ke Semarang Tawang, Jawa Tengah, jaraknya sekitar 168 kilometer. Ini adalah jalur kereta api yang dibangun pertama kali selama hampir sepuluh tahun, dari tanggal 17 Maret 1864 sampai 1 Januari 1873.

Osdar memulai perjalanan dari Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta, tempat akhir proyek pembangunan rute kereta api di awal sejarahnya dan berakhir di Stasiun Tanggung-Semarang. Stasiun Tanggung terletak di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Jalur atau lintasan berjarak 25 kilometer ini adalah bagian terpenting dari sejarah awal kelahiran sistem transportasi di Indonesia.

Lintas awal rel kereta api di Indonesia dibangun hampir selama sepuluh tahun oleh perusahaan swasta Belanda, Nederlandsch Indiche Spoorweg Maatschappij (NISM atau NIS), dipimpin seorang pengusaha perkebunan, W. Poolman yang sudah mengelilingi Pulau Jawa selama 30 tahun, dari 1829 sampai 1859.

Persaingan Bisnis Kereta Api dan Tiga Warisan Simbol

Dalam buku ini, Osdar turut mengisahkan bagaimana sejarah persaingan bisnis kereta api oleh pemerintah Belanda setelah kesuksesan NISM milik W. Polmaan itu membangun kantor pusat kereta api yang kini dikenal sebagai Lawang Sewu sekitar tahun 1904.

Kesuksesan itu membuat pemerintah Belanda turut membangun perusahaan kereta api Staatsspoorwegen (SS). Perusahaan ini berdiri sepuluh tahun setelah NISM membangun sistem transportasi kereta api dan mengeruk keuntungan hasil bumi (termasuk minyak bumi dan bahan bangunan) di Jawa.

Kemudian beberapa tahun perusahaan kereta api swasta Belanda lainnya, de Semarang—Cheribon Stroomtram Maschappij (SCS), mendirikan kantor pusatnya di Tegal. Kantor berlantai empat tersebut sering disebut Gedung Birao Tegal.

Stasiun Tegal dibangunoleh perusahaan kereta api swasta Belanda yang lain, Java Spoorweg Maatschappij (JSM) mulai tahun 1885 dan diresmikan 17 November 1886.

Sejak tahun 1873 hingga tahun 1945, di Indonesia terdapat sekitar 13 perusahaan kereta api swasta Belanda. Pada 16 September 1895, Stasiun Tegal dibeli oleh SCS.

Persaingan gengsi 13 perusahaan kereta api swasta Belanda antara lain ditandai dengan pembangunan gedung-gedung kantor pusat atau stasiun-stasiun kereta api. Setidaknya ada tiga bangunan kantor pusat yang ditinggalkan perusahaan kereta api swasta Belanda tersebut, antara lain: Lawang Sewu, Semarang (NISM), Gedung SCS, Tegal dan kantor pusat PT KAI Bandung bekas kantor pusat milik SCS setelah sebelumnya dipindah dari Tegal.

Melalui penulisan buku “Melintasi Seribu Stasiun” selain merupakan kilas balik pembangunan sistem sejarah kereta api sekaligus menggambarkan perkembangannya yang juga kian membaik.

Buku ini mendapati kekurangan salah satunya ialah penyajian tulisan Osdar menjadikan pembaca mengalami kesulitan sebagaimana ia juga menyertakan data waktu dari perjalanan lain—sebelum atau sesudah perjalanan dimulai—yang tidak dipahami pembaca sehingga timbul pertanyaan “apakah perjalanan sebelumnya juga merupakan rangkaian perjalanan atas laporan yang disajikannya itu?”.

Sebagai jurnalis senior, kepiawaian Osdar mengolah laporan perjalanan romantis ini ringan dibaca sekaligus informatif.

Mengutip tulisan Sukardi Rinakit dalam “Tirai Pembuka”, ia menganggap Osdar sangat mengagumkan seperti laut yang tak pernah takluk. Nikmati membaca buku ini sambil naik kereta api, tulis Staf Khusus Presiden itu, anda akan ‘menemui’ Jokowi sedang kongkow di amben Stasiun Kalioso. Anda juga akan ‘berjumpa’ dengan “Ciblek Lawang Sewu”.

Di akhir perjalanan, mungkin ada akan ‘ketemu’ Bung Karno muda yang tersenyum sambil turun dari kereta.

Diresensi oleh: Rossihan Anwar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.