Di negeri antah-berantah, seseorang mengetuk pintu rumah Rendevo. Lelaki tua itu hendak menyantap sepotong burger. Rendevo meletakkan burgernya begitu saja di meja makan.  lalu bergegas membuka pintu.

“Anda rupanya, Tuan Durban? Masuklah,” kata Rendevo.

“Terima kasih. Maaf, bisakah saya menyita waktu Anda sebentar, Tuan Rendevo?” jawab Durban, si lelaki pengetuk pintu.

“Tentu saja bisa, Tuan Durban. Masuklah.”

Dua orang yang sama-sama telah beruban itu duduk berhadapan di ruang tamu. Durban mengeluarkan amplop putih yang agak kumal dari balik jaket denim warna biru yang sudah memudar.

“Tolong bacakan surat ini untuk saya, Tuan Rendevo,” kata Durban. Durban memang buta huruf seperti kebanyakan orang seusianya. Ia sering meminta tolong kepada Rendevo untuk membaca atau menuliskan sesuatu.

Terlebih lagi, pasukan pemberontak telah menghancurkan jaringan telepon di negeri itu. Rakyat yang dicekam ketakutan hanya dapat berkomunikasi dengan kerabat di tempat lain melalui surat.

“Surat dari siapa kali ini?” tanya Rendevo.

“Kata Pak Pos, itu surat dari Monica,” jawab Durban.

Rendevo membuka surat itu lalu membacakannya. Ketika Rendevo selesai membaca surat itu, Durban berseru girang.

“Monica sudah melahirkan anak laki-laki? Oh, terima kasih, Tuhan,” ucap Durban.

“Selamat, Tuan Durban. Sekarang Anda telah menjadi seorang kakek,” Rendevo menjabat tangan Durban.

“Terima kasih, Tuan Rendevo,” sahut Durban. “Terima kasih Anda sudah membacakan surat untuk saya. Saya permisi, Tuan Rendevo. Selamat malam.”

Setelah tamunya pergi, Rendevo hendak melanjutkan makan malam yang tertunda, tetapi tak ada burger di meja makan. Tuan Rendevo mengela napas, lalu tersenyum.

“Kau yang mengambil makan malamku, Kitty?” kata Rendevo. “Ayolah, Kitty. Kau tak perlu malu atau takut. Aku tahu kau yang mengambil makan malamku.”

Seekor kucing berbulu coklat muncul dari belakang lemari makan. Sepasang mata kucing itu membulat, seperti menyimpan ketakutan.

Meong!

Rendevo merendahkan tubuh dan mengulurkan kedua tangan. “Kemarilah, Kitty. Jangan takut. Aku tak pernah marah padamu, bukan?”

Kucing itu melompat dan mendarat dalam dekapan Rendevo.

“Aku tak mungkin marah padamu, meski kau telah menghabiskan makan malamku. Hanya kau yang kumiliki saat ini, Kitty,” kata Rendevo.

Semua orang di kawasan kumuh itu tahu bila Rendevo kesepian. Istrinya meninggal saat melahirkan anak pertama, puluhan tahun silam. Rendevo mengadopsi Paleto, seorang anak yang ditelantarkan orang tuanya untuk mengobati rasa kesepiannya. Rendevo mengasuh Paleto sejak masih berusia lima bulan dengan kasih sayang yang melimpah.

Ketika Paleto telah berusia lima belas tahun, negeri mereka mengalami kekacauan. Pemerintah berperang dengan pemberontak yang ingin mendirikan negara sendiri. Pihak pemerintah mewajibkan anak lelaki yang telah berusia lima belas tahun untuk wajib menjadi tentara. Rendevo tak bisa menolak, ia merelakan Paleto menjadi tentara untuk bertempur menggempur pasukan pemberontak.

Lalu datang kabar itu. Paleto hilang di medan perang. Orang tua itu telah mencarinya di setiap barak tentara. Namun tidak ada satupun yang mengetahui keberadaan Paleto. Sejak itu Rendevo menumpahkan kasih sayangnya pada Kitty, kucing betina kesayangan Paleto.

Suatu pagi, ketika hendak berangkat menuju toko bukunya di dekat taman kota, Rendevo melihat Durban berada di halaman rumah menenteng koper lusuh. Di luar pagar halaman, telah menunggu taksi. Bukan sebuah taksi mewah, hanya mobil sedan tua dengan warna cat yang telah memudar dan mengelupas di beberapa bagian.

“Anda hendak pergi jauh, Tuan Durban?” tanya Rendevo.

“Dugaan Anda tepat, Tuan Rendevo,” sahut Durban tersenyum lebar. “Saya hendak mengunjungi Monica.”

“Anda pergi sendiri?” tanya Rendevo.

“Yeah,” Durban mengangkat bahu. “Margaret tak mau ikut.”

“Menurut saya tindakan istri Anda tepat, Tuan Durban. Berbahaya berpergian jauh pada kondisi negeri yang kacau saat ini.”

“Tapi saya harus melihat Monica dan cucu saya, Tuan Rendevo. Anda tentu tahu bagaimana menderita menyimpan kerinduan.”

Rendevo tertegun. Ucapan Durban itu seperti ditujukan padanya, meski si pengucap tak menyadari.

“Baiklah, Tuan Durban. Selamat jalan,” kata Rendevo tak ingin melanjutkan obrolan pagi itu.

“Sampai jumpa lagi, Tuan Rendevo. Semoga ada yang datang ke toko buku Anda hari ini,” sahut Durban melambai, lalu memasuki taksi.

Ketika taksi telah pergi, Rendevo melangkah menuju toko bukunya. Sesekali matanya menoleh pada bangunan di sekitarnya. Ah, banyak bangunan telah menjadi puing-puing karena hancur dihantam peluru dan bom. Ah, siapa pula yang mau berkunjung ke toko buku di saat perang tengah berkecamuk seperti ini? Tetapi, lelaki tua itu terus melangkah menuju toko bukunya.

Dan, ia melihat seseorang di kejauhan. Seseorang yang memakai seragam tentara yang tampak lusuh dan kelelahan, melangkah gontai mendekati Rendevo.

Rendevo membelalak dan berseru dengan suara tercekat. Dua tahun Rendevo tidak bertemu pemuda berseragam tentara itu.

“Paleto? Kaukah itu, anakku?”

Seseorang itu mencoba tersenyum, tetapi yang tergambar di wajahnya adalah perih yang tertahan. Seseorang itu limbung lalu jatuh dalam dekapan Rendevo.

“Tolong…aku lelah….” seseorang itu merintih.

Rendevo memapah seseorang itu memasuki rumah. Membaringkannya di ranjang kamar anaknya. Seseorang itu memejamkan mata dan dadanya naik turun teratur, seperti orang yang kelelahan usai menempuh perjalanan selama berabad-abad. Seseorang itu tentu menyimpan banyak cerita, tetapi saat ini ia harus istirahat senyaman mungkin.

Rendevo urung berangkat membuka toko bukunya. Rendevo akan mendengarkan banyak cerita dari seseorang yang kini berbaring di ranjang kamar anaknya, nanti kalau seseorang itu telah bugar. Rendevo menutup pintu kamar anaknya dan berharap seseorang itu baik-baik saja.

Batang, 16 Maret 2021

Sulistiyo Suparno, penulis cerpen kelahiran Batang, 9 Mei 1974. Gemar menulis cerpen sejak SMA. Cerpen-cerpennya tersiar di Jawa Pos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Solopos, dan media cetak lainnya. Sehari-hari membantu istri jualan bakso. Bermukim di Limpung, Batang, Jawa Tengah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.