Ada 25 kolom Gus Dur dalam buku Kumpulan Kolom Artikel Abdurrahman Wahid Era Lengser yang diberi judul Membaca Sejarah Lama. Dua dari dua puluh lima itu, Gus Dur menyinggung perihal pendidikan kita.

Di kolom yang pertama, Gus Dur mengajak kita memahami sejarah sebagai sebuah proses. Ia mengkritik apa yang terjadi dalam pelajaran sejarah di sekolah yang sekedar menghafalkan tahun dan nama-nama.

Lalu di kolom yang ke sebelas perihal pendidikan kita juga disentil lagi. Mula-mula Gus Dur menceritakan tentang cerita wayang peperangan pandawa dan kurawa menurut alam pikiran orang Jawa.

Walaupun kisah tersebut disadur dari India, namun konsep kebaikan dan kejahatannya sudah menggunakan budaya Jawa. Di versi Jawa ini, kurawa masih punya potensi untuk berubah menjadi baik laiknya pandawa — Gus Dur juga menjelaskan bahwa konsep pandawa kurawa versi budaya Jawa ini jika dilihat dari konsep tasawuf tampak pengaruhnya pada konsep budaya yang di kembangkan di pesantren-pesantren oleh kaum santri.

Tak hanya berbeda dengan konsep asalnya, Mahabharata versi Jawa kata Gus Dur juga berbeda dengan konsep budaya masyarakat Barat. Alam pikiran masyarakat Barat melihat Cowboy sebagai pembawa kebaikan permanen, dan sebaliknya, para bandit sebagai pelaku kejahatan permanen.

Karena kekhasan konsep budaya kita itu, dalam memodernisasi konsep pendidikan, kata Gus Dur, haruslah diketahui aspek-aspek budaya sebagaimana dijelaskan di atas secara singkat. Beliau mewanti-wanti:

“Kalau kita secara serampangan menerapkan konsep-konsep budaya orang Barat, hasilnya kita akan kehilangan sesuatu yang besar tentang konsep budaya kita sendiri di masa lampau”

Gus Dur juga menjelaskan sedikit tentang konsep budaya Barat yang materialistik. Budaya meterialistik ini berakar pada filsafat positivisme dari tokoh pendidikan Amerika John Dewey.

Gus Dur menulis, bahwa kita hanya melihat positivisme dari sisi konseptualnya saja dan kehilangan gambaran sejarahnya. Akhinya, ketrampilan atau kecakapan diukur dengan ukuran materialistik, yang berujung pada gelar namun miskin etika atau akhlak yang baik.

“Padahal, etika dalam bentuk tanggung jawab sosial para perenggut gelar, adalah kejadian biasa dalam masyarakat Barat yang dianggap materialistik itu” lanjut Gus Dur.

Lantaran sempitnya pengertian budaya atau pendidikan yang kita gunakan, kata Gus Dur, terjadi lompatan teknis dari masyarakat Barat ke masyarakat kita. Lebih gamblang, beliau menjelaskan susuatu yang luput dari kita: pemindahan ketrampilan tanpa tahu latar belakang historisnya.

Gus Dur menghimbau kepada konseptor budaya atau pendidikan, harus mempunyai kearifan dalam melihat proses modernisasi sebagaimana adanya. Jangan sampai, kata beliau, yang ada hanya pemindahan teknologi, namun dengan kerangka yang tak tepat!

Zaim Ahya, 10 November di kedai @takselesai

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.