Novel tipis dan kecil yang dalam bahasa Indonesia berjudul Lelaki Tua dan Laut adalah karya Ernest Hemingway. Salah satu teman bersusah payah membaca novel ini lantaran, katanya, Gus Dur pernah membacanya.

Novel yang versi bahasa Inggrisnya berjudul The Old Man and The Sea menceritakan seorang lelaki tua yang hidup di pinggir pantai. Secara ringkas, sebagaimana tertulis di sampul belakang buku, Hemingway menggambarkan bahwa heroisme itu ketika seseorang bisa mengatasi penderitaannya dalam kesendiriannya.

Saya sendiri belum pernah menemukan tulisan Gus Dur yang mengutip karya mungil Hemingway yang mendapat penghargaan Nobel itu. Namun dalam salah satu pengantarnya di buku Canda Nabi dan Tawa Sufi karya Gus Mus, Gus Dur mengutip kalimat Hemingway, “courage is grace under pressure” yang ia terjemahkan, “keberanian adalah rahmat di bawah tekanan”.

Dalam kata pengantarnya itu, Gus Dur menilai bahwa sahabatnya karibnya itu, dengan bukunya memiliki keberanian yang dimaksud Hemingway. Kata Gus Dur, keberanian tersebut terbukti dari keberanian Gus Mus menyunting kisah-kisah dalam bukunya maupun keberanian pengarangnya.

“Keberanian untuk menertawakan diri sendiri dan keberanian untuk menempatkan masalah manusia sebagai titik pusat perhatian” tulis Gus Dur.

Keberanian yang dimiliki sahabatnya itu, kata Gus Dur, dalam dosis atau takaran begitu rupa, sehingga tak melanggar syariat Islamiah.

Dalam buku tersebut kita akan menemukan berbagai cerita menarik. Salah satunya kisah yang diberi judul Keluarga Miskin, yang menceritakan seseorang yang wajib membayar kaffarat lantaran terkena “musibah” berhubungan dengan istrinya saat berpuasa di bulan Ramadhan.

Setelah mendengar cerita laki-laki tersebut, Nabi bertanya apakah dia punya uang atau harta untuk memerdekakan budak. Laki-laki itu menjawab tidak punya. Lalu Nabi bertanya lalu, apakah dia mampu berpuasa dua bulan berturut-turut. “Wah tidak mampu, Rasulullah. Puasa Ramadhan yang hanya sebulan saja, rasanya berat sekali” jawab laki-laki tersebut.

Rasulullah pun bertanya lagi, apakah dia punya sesuatu untuk memberi makan enam puluh orang miskin. Ia menjawab tidak punya. Bahkan katanya untuk makan setiap hari saja sulit.

Lalu kebetulan ada yang membawa sekantong kurma kepada Nabi Muhammad. Beliau pun menyuruh laki-laki tersebut mengambilnya dan membagikan kepada enam puluh orang yang membutuhkan. Laki-laki itu pun bertanya, apakah ia disuruh untuk memberikan kurma tersebut kepada orang-orang yang lebih membutuhkan dari pada keluarganya. Rasulullah pun menjawab, “iya”.

Laki-laki itu menimpali, bahwa di negeri ini tidak ada keluarga yang lebih miskin dari keluarganya.

Rasulullah pun tersenyum dan bersabda, “Baik, kalau begitu, berikan kurma ini untuk makanan keluargamu”.

Begitu ringkasan salah satu cerita dari buku karya Gus Mus, yang kata Gus Dur sebagai bukti keberanian, dan yang oleh Hemingway, keberanian disebut sebagai rahmat di bawah tekanan.

Zaim Ahya, 10 Desember 2019

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.