Apa kabar dunia pariwisata Indonesia di tengah serangan pandemi covid-19? Terlalu naif jika merespon pertanyaan tersebut dengan jawaban, “dunia pariwisata masih baik-baik saja. Wonderfull Indonesia”. Di sisi lain pemerintah tidak bisa menyambunyikan fakta bahwa dunia pariwisata tengah terpuruk di tengah pandemi. Fatalnya, hingga 2020 sektor pariwisata menempati urutan keempat penyumbang pemasukan negara terbesar setelah minyak dan gas bumi, batu bara, serta kelapa sawit. Sektor pariwisata telah menjadi pilar penyangga perekonomian negeri ini.

Bagaimana dinamika penyelamatan dompet negara yang mengandalkan mobilitas masyarakat ini, sementara pergerakan para calon pengunjung terpaksa dibatasi karena serangan pandemi? Para pengambil kebijakan dihadapkan pada pertaruhan untuk melindungi kelangsungan hidup warga negaranya ataukah melindungi dompet yang menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi.

Maut di Venessia

Dinamika serupa tergambarkan dalam novela karya Thomas Mann berjudul Maut di Venessia. Dikisahakan, kota wisata tersohor di Italia tersebut, tak luput dari serangan wabah sampar yang merebak di daratan Eropa pada abad XX. Gustave Aschenbach, seorang sastrawan terkenal asal Jerman yang tengah berlibur di sana menjadi saksi sekaligus korban atas ganasnya wabah sampar.

Kondisi ini menyeret Pemerintah Kota Venessia ke dalam dua pilihan sulit. Pertama, menutup sementara sektor pariwisata untuk mengentikan persebaran sampar dengan konsekuensi roda perekonomian akan berhenti sepenuhnya. Kedua, mengabaikan keselamatan warga dengan beraktivitas seperti biasa di tengah ancaman sampar.

Sayangnya, Pemerintah Kota Venessia mengambil pilihan kedua. Alasan ekonomi menjadi pertimbangan utama. Tanpa kunjungan wisatawan akan membuat roda perekonomian Venessia berhenti sepenuhnya. Ratusan gondola yang biasanya berlalu-lalang menyusuri kanal-kanal Venessia akan tertambat di dermaga. Ribuan kamar hotel akan terkunci, tak berpenghuni. Dapur-dapur restoran tak akan lagi mengepul untuk mengolah sajian khas Venessia kepada para wisatawan.

Puluhan gondola tertambat di dermaga selama wabah covid-19 merebak di Italia.

Pemerintah Kota Venessia mengambil langkah terstruktur untuk menjalankan pilihan kedua. Satu hal yang terpenting ialah menutup bahkan memanipulasi informasi terkait wabah sampar. Aroma obat-obatan yang dapat dihubungkan dengan luka, penyakit, dan masalah kebersihan disanggah sebagai suatu yang biasa terjadi di Venessia menjelang akhir musim panas.

Alat-alat pemerintahan pun dikerahkan untuk memanipulasi informasi terkait wabah sampar. Polisi Venessia dikerahkan untuk memperingatkan warga secara rutin. Perusahaan media menutupi fakta kematian warga yang terjangkit sampar. Pernyataan media luar negeri yang menggambarkan statistik keganasan sampar, dibantah Pemerintah Kota Venessia untuk alasan yang disembunyikan. Usaha-usaha yang dilakukan untuk meyakinkan wisatawan bahwa Venessia bersih dari sampar.

“Para polisi dikerahkan untuk memperingatkan rakyat. Semua karena udara makin gerah-angin sirocco tidak sehat, signore tahu sendiri soal itu. Hanya peringatan, kok. Tidak Perlu khawatir-mungkin juga tidak penting-penting amat (halaman 93),” tutur seorang penjaga toko ketika Aschenbach menyadari kejanggalan di Venessia. Bahkan pemilik toko cendera mata turut bungkam karena tak ingin kehilangan pendapatan ekonomi dari wisatawan.

Peringatan yang Direspon Penyangkalan

Nalurinya sebagai sastrawan, membuat Aschenbach ingin mengetahui lebih jauh tentang isu wabah sampar di Venessia. Aschenbach mencari informasi ke sebuah biro perjalanan di Piazza. Seorang pemuda berbahasa Inggris yang melayaninya, mengungkapkan informasi yang sama sekali berbeda dengan apa yang dikoarkan Pemerintah Kota Venessia di media massa.

Pemuda bermata biru itu menuturkan bahwa beberapa waktu sebelumnya seorang saudagar dan seorang penjaga toko sayuran ditemukan mati dalam kondisi mengerikan. Jasad keduanya mengurus dan menghitam. Seminggu berikutnya, terdapat 10, lalu 20, lalu 30 kematian di bagian kota lain dengan kondisi serupa (halaman 110).

Lantas, seberapa mengerikankah wabah sampar ini? Pemuda Inggris bermata biru itu memberikan gambaran. Pada hakikatnya sampar berupa infeksi saluran pencernaan. Tubuh penderita sampar akan kehilangan kemampuan untuk menyekresi air dari pembuluh darah. Tubuhnya mengerut, darahnya mengental. Korban tak henti-hentinya meneriakkan jerit parau ketika tubuhnya mengejang. Korban akan mati kehabisan napas beberapa jam setelahnya (halaman 111).

Judul: Maut di Venesia
Penulis: Thomas Mann
Penerjemah: Noa Dhegaska
Penerbit: Circa
Tahun Terbit: Juli 2019
Tebal: 129 halaman

Permasalahan terkait sampar pun merembet ke persoalan sosial. Tingkat kriminalitas meningkat. Jumlah pemabuk di jalanan lebih banyak dari biasanya. Pencopetan meningkat dan penyerangan terhadap warga sipil makin sering terjadi. Masyarakat pun menjadi paranoid terhadap orang yang mengalami gejala yang mirip dengan sampar. Bahkan dua orang warga mati diracuk keluarganya sendiri karena diduga telah terjangkit sampar (halaman 112).

Pemerintah Kota Venessia menutupi seluruh informasi terkait sampar di kota sungai itu. Justru koran-koran berbahasa Jermanlah yang pertama kali memberitakan tentang sampar di Venessia. Rangkaian berita sekaligus peringatan tentang ganasnya wabah yang mengintai Venessia. Alih-alih menanggapi, Pemerintah Kota Venessia malah membantah semua pemberitaan tersebut. Pemerintah menyatakan bahwa kondisi kesehatan Venessia tidak pernah sebaik ini sebelumnya.

Membaca bagian ini, membuat kita teringat dengan sikap Pemerintah Indonesia ketika kurva kasus covid-19 masih berada di titik nol. Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan menyangkal peringatan World Health Organization (WHO). Alih-alih meredam kepanikan masyarakat, Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto bahkan sesumbar bahwa Indonesia kebal covid-19.

“Secara medis, doa. Semua karena doa, saya yakin,” kata Terawan, Sabtu (15/02/20).

Seandainya terdapat kasus covid-19 pun, Indonesia sudah siap dengan segala kemungkinannya.

“Kalau ada (covid-19) ya kita sudah siap semua, antisipasinya, apa yang mau dikerjakan, tahu siapa berbuat apa dan apa yang mau dikerjakan, itu yang sangat penting,” tegas Terawan di kesempatan lain.

80 hari setelah kasus covid-19 pertama kali diumumkan di Indonesia, penyangkalan, atau dalam bahasa yang lebih halus, optimisme tersebut ambyar. Kurva covid-19 terus meningkat tajam mencapai lebih dari 20 ribu kasus positif. Rasanya tidak terlalu naif jika meminjam kemudian mengganti judul novela karya Thomas Mann menjadi Maut di Indonesia.

Maut di Indonesia

Gambaran fiktif wabah sampar di Venessia yang dideskripsikan secara ironis oleh Thomas Mann menjelma menjadi realitas di Indonesia ketika merespon covid-19. Setidaknya terdapat dua variabel yang mirip di antara keduanya. Pertama, sikap pemerintah yang cenderung menutup informasi terkait wabah. Kedua, usaha melindungi sektor pariwisata yang menjadi sumber devisa terbesar.

Faktor pertama, telah mengundang banyak kritik dari berbagai pihak. Atas alasan yang disembunyikan, Pemerintah Indonesia terkesan menutup informasi terkait covid-19. Terutama ketika kurva kasus covid-19 menunjukkan angka yang masih bisa dihitung jari. Salah satu kritik dilontarkan oleh Human Right Watch. Lembaga ini menilai Pemerintah Indonesia gagal memberikan transparansi dan akses informasi untuk memerangi wabah covid-19. Ketidaksesuaian data statistik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dianggap menjadi permasalahan utamanya.

Di kesempatan lain, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa informasi covid-19 tidak dibuka seluruhnya untuk menghindari kepanikan masyarakat. “Sebetulnya ingin kita sampaikan. Tetapi kita berhitung mengenai kepanikan dan keresahan di masyarakat dan bagaimana efeknya terhadap pasien yang sembuh nanti. Penanganan pandemi covid-19 terus menjadi perhatian kita tetapi memang ada yang kita sampaikan dan ada yang tidak kita sampaikan,” terang Joko Widodo di Bandara Soekarno Hatta, Jumat (13/03/20).

Mungkinkah ketidakterbukaan informasi covid-19 di Indonesia dilakukan untuk melindungi pilar-pilar devisa negara di mana sektor pariwisata menjadi salah penyumbang terbesarnya? Butuh penelusuran lebih mendalam untuk dapat menyimpulkan jawabannya. Satu hal yang pasti, ketika Indonesia dianggap masih kebal covid-19, Pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan kontroversial di sektor pariwisata.

Akhir Februari 2020, Pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan untuk memberikan diskon 50% tiket pesawat menuju 10 destinasi wisata unggulan di seluruh penjuru Indonesia. Kebijakan ini rencananya berlangsung selama tiga bulan, sedari 1 Maret hingga 31 Mei 2020. Tujuannya sudah pasti, mendongkrak pariwisata Indonesia di tengah pandemi.

Pemerintah seakan memanfaatkan momen aji mumpung. Ketika negara-negara lain menutup akses wisata karena berstatus lockdown, Indonesia justru membuka pintu lebih lebar kepada wisatawan asing yang berpotensi besar terpapar covid-19. Kebijakan ini, membuat saya teringat kembali tentang gambaran Maut di Venessia karya Thomas Mann. Gambaran akan pemerintah yang lebih berat menanggung risiko anjloknya pertumbuhan ekonomi daripada memprioritaskan keselamatan warganya.

Ironisnya, baru satu hari kebijakan ini berlaku, Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus positif covid-19 pertama di Indonesia pada 02 Maret 2020. Usaha mendongkrak pariwisata dengan memberikan akses semudah-mudahnya dibatalkan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) 2020 yang dirancang untuk mendukung perkembangan pariwisata pun dialihkan untuk memerangi pandemi.

Optimisme Pariwisata yang Terinfeksi

Sektor pariwisata mencakup banyak persoalan kompleks yang melibatkan investasi jangka panjang dan berskala makro. Pariwisata tidak hanya berbicara tentang obyek wisata itu sendiri. Pariwisata bestandar internasional menuntut kelayakan transportasi, kelancaran sanitasi, kebersihan lingkungan, kualitas pangan, kenyamanan penginapan, kemudahan akses informasi, kesederhanaan birokrasi, dan masih banyak lagi.

Mengusung tagline “Wonderful Indonesia”, Indonesia sempat sangat optimis melebarkan sayapnya di sektor pariwisata dunia. Dianugerahi bentang alam mempesona dan ragam budaya yang unik, membuat pariwisata Indonesia memiliki keunggulan di bidang wisata alam dan etnik dibandingkan negara lain.

Bentang alam dan karakteristik budaya Bali menjadi salah satu wisata unggulan di Indonesia

Sayangnya, optimisme yang dibangun sekian lama tersebut kini berada di ambang kritis terinfeksi pandemi. Obyek wisata kelas internasional dan segala bidang yang terkait dengannya diberhentikan. Rutinitas mudik yang dibarengi libur panjang, momen untuk berwisata bagi warga domestik juga terpaksa ditiadakan. Hidup-mati sektor pariwisata, mengambang hingga waktu yang tidak dapat ditentukan.

Presiden Joko Widodo pun meniupkan optimisme agar sektor pariwisata tetap bertahan hingga pandemi berakhir. Presiden menuturkan, covid-19 akan berakhir di akhir tahun 2020. Tahun depan, dunia pariwisata akan booming. “Semua orang ingin menikmati kembali keindahan yang ada di wilayah daerah yang ada pariwisatanya, sehingga optimisme itu yang harus diangkat,” ujar Joko Widodo.

Pertanyaannya kemudian ialah, bagaimana masyarakat bisa menginginkan pariwisata yang memakan banyak biaya jika kondisi perekonomian keluarga porak-poranda akibat virus corona?

Mengutip Thomas Mann dalam Maut di Venessia halaman 93, “Hasrat manusia tak ubahnya kejahatan: hasrat tak akan muncul selama ada keteraturan, selama tak ada perubahan. Hasrat datang bersama tiap deru angin kencang yang merubuhkan suatu struktur, setiap celah robekan robekan pada kain kehidupan sosial, karena di sana pulalah harapan dapat muncul”.

Dalam konteks pariwisata Indonesia di tengah wabah, hasrat manusia itu ialah ambisi pemerintah untuk mendongkrak pariwisata. Sementara angin kencang itu adalah wabah covid-19. Dari sudut pandang berbeda, covid-19 justru menjadi juru selamat atas pesona Indonesia dari ambisi dan tangan-tangan jahil yang mengeksplorasi serta mengkomersialisasi kecantikan dan keanggunan ibu pertiwi.

Nashokha

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.