Sejak Kiai Anwar Batang dan kitab Aisyul Bahri sering diceritakan oleh Kiai Haji Dimyati Rois Kaliwungu Kendal, akhir-akhir ini kitab fikih pesisir itu mulai rame dikaji , baik di kalangan akademisi—salah satunya penelitian tesis Muhammad Yunus mahasiswa Pasca Sarjana Unwahas Semarang—maupun santri di pesantren.

Kira-kira beberapa bulan lalu, Aisyul Bahri juga mulai dibaca dalam ngaji bandungan atau pasaran di Pondok Pesantren Alfadllu Kaliwungu oleh salah salah satu ustaz senior.

Di tengah-tengah kesibukannya membaca kitab Ihya Ulumuddin dan mempersiapkan akad nikah di akhir April 2019 ini, ustaz yang akrab disapa Pak Faisol itu membaca kitab Aisyul Bahri. Ia bercerita, sebelum membacanya, ia sowan dan meminta ijin kepada Abah Dim (panggilan santri dan masyarakat kepada Kiai Dimyati Rois), dan diberi ijin oleh beliau.

Kitab Aisyul Bahri telah lama ‘hilang’ dari peredaran pesantren, dan yang bisa akses adalah versi digital (scan) dari kitab Aisyul Bahri milik Kiai Basyir Jekulo Kudus dan versi cetak yang belum lama ini diterbitkan oleh Pondok Pesantren Darul Ulum Tragung Kandeman Batang.

Kitab versi digital, kendati disertai makna pegon ala pesantren, namun kualitas kejelasan tulisannya tidak terlalu bagus, sehingga kadang-kadang sulit untuk dibaca, sedangkan kitab versi cetak adalah kitab kuning yang masih kosong, tanpa harakat dan makna pegon.

Keadaan yang seperti itu menuntut Pak Faisol menguras tenaga dan pikiran, mencari makna yang belum diketahui di beberapa kamus, seperti al-Munawir dan Munjid. Sesekali juga berdiskusi dengan teman-temannya di komplek ustaz perihal mana makna yang tepat, jika ditemui kejanggalan.

Ia juga bercerita kepada penulis, bahwa ia juga terbantu dengan kitab Hayatul Hayawanil Kubro karya Syaikh Kamaluddin Muhammad bin Musa ad-Damiri (742-808 H/1341-1405 M), yang dipinjamnya dari ‘perpustakaan’ Gus Fadllullah putra sulung Kiai Dimyati Rois—jamak diketahui oleh para santri yang tinggal di komplek ustaz, Gus Fadllu ini suka mengoleksi berbagai macam kitab. Di rak kitab beliau, kita bisa menemui beberapa kitab dari mulai syarah kitab hadis seperti Tuhfatul Ahwadzi syarah Jami’ut Tirmidzi karya Abul Ula Muhammad Abdurrohman bin Abdurrohim al-Mubarokfuri, sampai kitab Qonun at-Tib karya Ibnu Sina tentang pengobatan.

Dalam penelusurannya itu, katanya, terdapat beberapa kesamaan antara dua kitab itu. Kemungkinan, mengingat kitab Hayatul Hayawanil Kubro karya ad-Damiri lebih dahulu ditulis—bahkan menurut Prof Quraish Shihab dalam buku Dia ada di mana-mana, ad-Darimi adalah ilmuan pertama yang mengembangkan klasifikasi hewan sebelum Carolus Linnacus. Hanya saja tokoh yang disebut kedua ini lebih dikenal dari pada ad-Darimi yang muslim itu—Kiai Anwar merujuk kepadanya—Aisyul Bahri selesai ditulis pada tahun 1339 H/1920 M—tentu selain pembahasan tentang hewan kepiting, rajungan, srintil dan sebagainya yang khas Nusantara, dan itu merupakan hasil penelitian Kiai Anwar (baca tulisan penulis di Fikih Kuliner: Aisyul Bahri Kitab Ulama Batang yang Hilang di alif.id

Pak Faisol juga bercerita mendapati beberapa kata yang kemungkinan ada salah ketik atau dalam istilah sekarang typo, seperti terdapat huruf wawu di tengah-tengah kalimat yang terasa janggal dan huruf yang menyebabkan suatu kata kurang pas saat dicarikan maknanya dalam kamus.

Demikian sedikit obrolan dipojok pondok Alfaddlu malam itu. Semoga bermanfaat.

Zaim Ahya, Founder takselesai.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.