Perempuan dan Hal-hal yang Tak Mungkin Terjadi

seorang perempuan datang jauh dari pematang, menuju sebuah danau yang tak berpenghuni.

sebuah papan panjang yang menjulur ke danau, seperti dermaga tempat persinggahan kapal pengangkut sayuran.

terlihat jejak-penapak bersinar,
menyaingi seribu ekor kunang-kunang.
sebut saja kabut selepas petang,
dan sebuah baket bunga merah muda,
tergeletak di tepian dermaga.

semua itu sebagai penanda bahwa,
ketiadaan bisa menjadi sebuah ke-ada-an dengan sebuah penciptaan,
sebagai balasan
seorang perempuan duduk
di tepian dermaga
menunggu sesuatu,
memaki-maki
hal-hal yang tidak mungkin terjadi.

-2019-

Sajak tersebut, saya tulis setelah saya mengamati foto profil teman saya. delapan puluh persen area gambar berisi sebuah baket bunga. sisa area adalah warna cokelat bergaris, dan gradasi biru.

***

Salah satu pendekatan yang bisa dilakukan oleh penulis untuk mengapresiasi ataupun menulis karya sastra, khususnya puisi adalah menggunakan pendekatan dengan teori ekspresif.

Teori ini didasarkan pada pengarang itu sendiri. dari pikiran ataupun sudut pandang pengarang.

Ekspresif, dibebankan pada imajinasi penulis, untuk menggambarkan/penghayalan gambaran kehidupan.

Teori ini saya dapatkan di mata kuliah apresiasi karya sastra, yang saya temukan dalam buku penulis MH Abrams, dalam bukunya The Mirror and The Lamp, (1971). Secara umum ia mengemukakan teori universe atau teori semesta terhadap karya sastra.

Teori ini bisa digunakan untuk mengkaji sebuah karya sastra, ataupun digunakan dalam pembuatan karya sastra itu sendiri.

Ambilah puisi yang telah saya tuliskan di atas. Puisi yang berjudul ‘perempuan dan hal-hal yang tidak mungkin terjadi’, adalah hasil sebuah penciptaan atau ekspresif saya pada sebuah gambar salah satu foto profil teman dengan menggunakan pendekatan ekspresif.

Awalnya saya tertarik pada gambar bunga di foto profilnya. Yang lebih tertarik lagi ketika teman saya itu laki-laki, mengapa memasang foto profil dalam kontak pribadinya.

Saya menatap gambar itu, dan saya seperti ditarik untuk masuk ke dalamnya. Masuk menangkap sebuah imaji sebuah dermaga yang di kelilingi danau dan sangat jelas ada baket bunga.

Sebuah gambar baket bunga berwarna putih, menyelimuti bunga krisan berwarna merah muda, dan diikat oleh pita selaras dengan warna baketnya. Proporsi gambar baket bunga itu, delapan puluh persen hampir memenuhi layar gambar. Sedikit sisa celah ruang, adalah sebuah gambar papan berwarna cokelat, dan gradasi warna biru, seperti sebuah daerah perairan. Walaupun tidak nampak begitu jelas, ataupun saya tidak yakin dapat menjelaskan itu sebuah papan dermaga yang berada di sebuah danau.

Impresi pertama saya mengatakan: sebuah baket bunga yang diletakkan oleh seseorang di sebuah dermaga di tepi danau. Barangkali, tidak ada impresi yang salah ataupun impresi yang keliru. Yang ada, impresi yang secara sengaja dipotong untuk tidak diteruskan dan dikembangkan menjadi sebuah ide. Itulah salah satu kelebihan pendekatan ekspresif.

Kembali ke gambar, setelah mendapatkan gambaran inti cerita, dan memilih point of view (POV), dan mengembangkannya menjadi sebuah kerangka alur adalah hal yang saya lakukan, begini:

Cerita seorang perempuan yang datang dari negeri yang amat jauh, menuju sebuah dermaga yang tak berpenghuni, ia melihat baket bunga, dan mengambilnya, apa yang membuatnya ia datang ke dermaga dengan danau yang sunyi dan mengambil sebuah baket bunga?

Keasikan mengembangkan alur, merupakan tantangan untuk mengemas alur yang sederhana, diciptakan sedemikian rupa menjadi sajak yang dalam pemilihan diksinya harus tepat. Di luar ketepatan dalam sajak yang saya tuliskan, ketepatan pemilihan diksi untuk membangun sebuah sajak penting. Dengan memilih diksi yang tepat, maka kekuatan alur yang sederhana tersebut menjadi berbeda dan bernuansa lain.

Membangun alur sederhana menjadi sebuah bangunan yang menarik juga tugas dari penulis bergaya ekspresif untuk memberikan kesan begitu dalam pada sajaknya.

Hal ini dapat diliat dari kemampuan penulis untuk masuk ke dalam imajinasi mereka.

Pendekatan ekspresif ini bisa digunakan dalam kritik sastra dalam tingkatan yang paling sederhana dan mudah. Para kritikus melihat bagaimana penulis menyampaikan gagasan mereka, imajinasi apa yang sedang dibangun, dan terutama menyatakan gaya setiap penulis yang diekspresikan dalam karya mereka.

Rafiqoh Eva, lahir di Batang, 2 Juli 1995, alumni prodi pendidikan bahasa Indonesia, sekarang sedang fokus mengajar. sapa saya ke: eva.76rafiqoh@gmail.com, ig: eva_rafiqoh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.