Kamera mempunyai tiga faktor paling utama agar dapat menghasilkan gambar yang baik atau good exposure. Tak jarang, foto hasil jepretan terlalu gelap (under exposure) dan terlalu terang (over exposure).

Dalam fotografi dikenal dengan segitiga eksposure yaitu aperture (A atau Av), shutter speed (S atau Tv) dan tentu yang terakhir ISO.

Aperture dan Shutter Speed bagaikan jendela (atau kelopak mata). ISO bagaikan sensitif saraf mata seperti retina. Ketiga unsur itu menentukan terserapnya cahaya yang dipantulkan ke sensor kamera, seperti mata kita yang melihat karena adanya cahaya.

Aperture menentukan seberapa besar jendela terbuka, semakin besar terbuka maka semakin banyak cahaya yang masuk. Sehingga mengakibatkan detail gambar kurang karena over eksposure. Besarnya jendela terbuka ditandai dengan nilai aperture kecil (f1,8-f3,5), inilah yang disebut out off focus atau blur atau bokeh. Dimana detail difokuskan pada salah satu area saja.

Sebaliknya ketika aperture kecil, maka cahaya yang masuk pun akan lebih sedikit. Namun detail gambar yang dihasilkan akan lebih banyak. Aperture ini ditandai dengan angka besar (f8-f35), biasanya sering digunakan oleh fotografer dengan genre bentang alam (lanscape) fotografi. Karena menginginkan hasil foto yang tajam dan indah pada semua area, tidak mau ada out off focus atau blur.

Setelah mengetahui mengenai aperture, selanjutnya tentang shutter speed yang fungsinya menentukan kecepatan jendela kamera menutup atau berkedip. Sebesar apapun cahaya yang masuk pada kamera, akan dibatasi juga oleh cepatnya jendela ditutup. inilah fungsi shutter speed. Bokeh yang dihasilkan karena jendela terbuka besar, juga akan gagal ketika waktu menutup jendela tidak pas.

Shutter speed diukur dengan nilai waktu yaitu detik dan menit. Ketika menginginkan kecepatan yang lambat, bisa menggunakan 30 detik dan kecepatan cepat sekitar 1/300 ke atas. Rumusan shutter speed dapat dipahami dengan mudah. Caranya cukup mengetahui panjang tembak lensa (focal lenght) yang digunakan.

jika lensa 100mm, maka kecepatan mininum sebaiknya 1/100 detik ke atas (ini bagi sensor fullframe & 35mm film, tapi jika crop sensor akan dikali 1,5 atau 1,6 tergantung brand kamera, sedangkan Mirrorless dikalikan dua. Contoh lensa kamera Mirrorless 50mm, maka focal lenght menjadi 100mm, dan pada Mirrorless shutter speed 1/100 detik aman untuk lensa 50mm).

Terakhir ISO. Ketika aperture dan shutter speed melakukan tugasnya menentukan seberapa banyak dan cepatnya cahaya yang masuk pada kamera, maka ISO menetukan daya serap atau sensitifitas sensor pada kamera terhadap cahaya. ISO bagai kerikil yang dimasukan dalam gelas yang akan di isi dengan air sampai bibir gelas, sehingga tidak akan perlu air yang banyak. Dan ketika memaksakn diri menggunakan nilai ISO tinggi, foto yang dihasilkan akan kurang tajam akibat adanya grain atau binti-bintik, sering juga dikenal dengan istilah noise.

Namun sebaliknya, ketika menggunakan ISO kecil atau rendah, hasil foto yang dihasilkan akan tajam karena cahaya yang diserap sensor kamera cukup, tanpa harus memaksakan diri yang berakibat noise. Perkalian ISO untuk sensor crop ataupun Mirrorless adalah sama dengan panjang focal lensa. Jadi ISO 400 di Mirrorless adalah ISO 200 di fullframe atau 35 mm.

Ketiga unsur exposure inilah yang menghasilkan kualitas foto yang baik. Tetapi foto yang bagus tidak hanya karena exposure melainkan juga dari fokus dan komposisi yang tepat dalam satu frame foto. Jika foto tidak fokus dan objek juga tidak menarik, sekalipun pas exposure-nya, kemungkinan juga tidak bagus.

Fotografi dan Potret Kehidupan Kita

Setelah mengetahui fungsi kamera, ternyata hal itu sama ketika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Saat mata terbuka, kita hanya akan mampu melihat segelintir saja kehidupan, sedang yang lainnya blur atau bokeh. Kita hanya melihat satu fokus atau yang paling penting bagi kita. Dari keterbukaan itu kita berada di dalam orang-orang dan hanya akan fokus pada orang tertentu saja.

Sementara ketika kita lebih menutup diri, akan seperti melihat dari luar dan akan melihat lebih jelas keseluruhannya. Tentu ada kelemahanya. Karena penglihatan baik dan buruk hanya dari orang-orang sekitar kita.

Seberapa besar kita membuka dan menutup diri, itu menjadi keahlian kita masing-masing. Terkadang kita perlu membuka diri agar menemukan target atau POI (Point Of Interest), untuk lebih mengetahui spesifik dari seseorang. Namun kadang juga perlu menutup diri, sehingga dapat melihat semua masalah dengan jelas, atau menikmati semua dengan kepuasan. Exposure terbaik tidak cuma membuka seberapa besar, tetapi juga menutup secukupnya.

Hidup juga seperti shutter speed. Seberapa cepat reaksi kita dalam menerima atau menutup diri dari pengaruh luar. Semakin lama kita membiarkan pengaruh luar masuk pada hati dan pikiran kita, maka akan cepat mempengaruhi kita menjadi baik atau buruk.

Namun ketika semakin cepat kita menutup diri, semakin terbatas orang yang dekat dengan kita. Kadang perlu sekali membuka diri cukup lama, sabar, dan mengerti, atau yang paling umum adalah belajar. Namun terkadang perlu secepatnya menutup diri. Misalnya dari godaan dan mungkin dari orang-orang yang bersifat negatif. Semua bagian dari exposure hidup kita.

Selanjutnya kepekaan. Seperti ISO, kepekaan kita menentukan seberapa yang bisa kita tanggung. Kadang kepekaan tinggi sangat baik untuk menyelamatkan sebuah momen. Memaksakan ISO tinggi untuk mengabadikan momen yang sangat langka dan berharga, meskipun hasilnya bakal grain. kepekaan diatur oleh kita agar hidup menjadi baik, dan perlu mengatur kepekaan yang tinggi untuk orang yang kita kasihi, kemudian rendah untuk orang-orang yang bersifat negatif pada kita.

Kamera itu terbatas, tidak semua hal bisa kita foto. Harus maksimal mengenal kamera dan fitur-fiturnya agar bisa dipakai tepat pada waktunya. Itu pun tidak semua bisa difoto, jangkauan lensa pun terbatas. Seperti halnya foto yang baik dan bagus. Demikian juga hidup, perlu diatur untuk menentukan fokus hidup dan merencanakan komposisi dalam frame hidup kita. Sehingga tidak cuma hidup baik tetapi juga bagus dan indah. Sehingga menjadi akhir yang bisa membuat orang bahagia dan tersenyum.

Moh. Nizar Zulfi, Fotografer dan Digital Marketer

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.