Pada tanggal 7 maret 2020 masyarakat Indonesia digemparkan dengan berita seorang remaja berusia 15 tahun (NF) yang telah membunuh seorang anak berusia 5 tahun (APA) yang tak lain adalah tetangganya di Sawah besar, Jakarta Barat. Pembunuhan itu ia lakukan dengan cara sadis. NF menenggelamkan APA di bak mandi, dicekik lehernya, disumpal mulutnya, diikat kedua kaki dan tangannya. Sesudah meninggal, jenazahnya disimpan di dalam lemari.

Mengapa NF tega melakukan pembunuhan sekeji itu? Berdasarkan keterangan Kepolisian Daerah Metro Jaya, NF mengaku bahwa ia terinspirasi melakukan pembunuhan sadis itu dari film yang sering ia tonton. Berdasarkan pengakuan NF, ia memang sering menonton film-film horor dan sadis. Salah satu film yang ia suka adalah “Chucky”.

Keesokan hari setelah NF membunuh APA, ia pergi ke Kantor Kepolisian Sektor Taman Sari, Jakarta Barat untuk menyerahkan diri. Tetapi anehnya, NF mengaku tidak merasa bersalah telah membunuh APA. Berbanding terbalik, ia justru merasa puas.

Bahkan NF diketahui sempat mengunggah aksi pembunuhannya di akun Facebook miliknya. Hanya dalam bentuk tulisan, tidak disertai foto.

“Balita tidak bernyawa itu masih di lemari bajuku. Banyak warga mencarinya. Pak RW dan Pak RT yang memeriksa rumahku seluruhnya tidak ada satupun dari mereka yang menemukannya. Tak ada satupun yang tahu aku pelakunya,” tulisnya.

Humas Polda Metro Jaya, sigap menyelidiki kasus ini. Kepolisian menemukan beberapa fakta yang perlu untuk diselidiki lebih jauh. Di antaranya cara pelaku membunuh korban, ketiadaan rasa bersalah, dan catatan-catatan dan gambar-gambar si pelaku yang mengerikan.

Selain itu kepolisian juga menemukan informasi tentang kebiasaan NF sejak kecil yang gemar membunuh binatang. Tak lupa, kepolisian juga turut menyelidiki latar belakang keluarganya.

Beragam informasi tentang NF tersebut penting untuk diselidiki sebab ia membunuh APA tanpa ada motif apapun. Ia hanya memiliki dorongan hati ingin membunuh seperti yang sering ia lihat di film. Saat ini NF sedang menjalani pemeriksaan oleh psikiater di Rumah Sakit Keramat Jati untuk diketahui kondisi kejiwaannya.

Berdasarkan hasil pengakuan dan penyelidikan, kasus ini memang terbilang tidak lazim. Menurut hasil penelitian sebelum-sebelumnya, pelaku memiliki ciri-ciri yang hampir serupa dengan kasus psikopat. Namun karena usia NF belum mencapai 18 tahun yang artinya NF tidak bisa didiagnosa mengidap psikopat, menurut Reza Indradiri seorang pakar psikologi forensik gejala-gejala yang terlihat itu disebut dengan callous unemotional (CU).

Gejala Callous Unemotional (CU)

Callous Unemotional (CU) menurut Frick ialah perilaku yang dicirikan dengan kurangnya empati dan rasa bersalah (low distress), kurangnya rasa takut, terbatasya emosi prososial dan terbatasnya ekspresi emosi. Gejala-gejala anak atau remaja yang mengidap CU menunjukkan banyak kesamaan dengan gejala-gejala psikopat dewasa. Seorang anak atau remaja yang memiliki masalah dengan perilaku seperti itu berkaitan erat dengan kejahatan, sikap agresif, dan memiliki tingkat kepedulian sosial yang rendah.

Ada beragam faktor yang membuat seorang remaja mengidap CU. Lebih dari 60% penyebab utamanya ialah faktor genetika atau keturunan. Faktor ini tidak berkaitan langsung dengan status sosial ekonomi, kualitas sekolah, atau pergaulan sebaya. Meski demikian pola asuh orang tua dan pergaulan dengan orang-orang terdekat serta lingkungan bisa semakin memperparah keadaan seorang remaja yang mengidap CU.

Kasus-kasus dalam psikologi tidak pernah memiliki faktor penyebab tunggal. Harus diteliti faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal masih dalam proses penyelidikan oleh tim terkait seperti para psikolog dan psikiater. Alangkah bagusnya jika NF menjalani pemeriksaan otak untuk mengetahui aktivitas pada otaknya.

Menurut penelitian sebelumnya, pola aktivitas otak orangnormal, para pelaku pembunuhan berencana, dan pembunuhan spontan jelas tidak sama pada bagian prefrontal cortex. Dengan demikian akan terdapat titik terang, kecenderungan kondisi kejiwaan dalam diri NF.

Pemeriksaan otak bisa dilakukan dengan menggunakan elektroensefalogram, pencitraan resonansi magnetik, dan pemeriksaan kesehatan secara lengkap. Jika memang ada perbedaan antara hasil pemeriksaan otak NF dengan aktivitas otak orang-orang normal maka sudah jelas NF harus ditangani secara medis oleh para ahli kejiwaan.

NF layak menerima assessment selanjutnya serta pendampingan psikologis secara berkala. Karena jika NF dimasukkan ke dalam penjara anak-anak, kelainan kejiwaan NF masih akan tetap sama, bahkan bisa menjadi semakin parah.

Tindakan pencegahan untuk para orang tua/caregivers

Sampai sejauh ini belum ada penanganan yang tepat untuk pasien dengan kelainan kejiwaan callous unemotional. Baik di Indonesia atau bahkan di negara manapun. Namun dampak terburuk dari anak-anak yang berpotensi menderita CU bisa dicegah dengan kehadiran orang tua. Orang tua menjadi elemen yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

Meski anak-anak penderita CU memiliki empati, rasa bersalah, rasa takut, dan emosi lainnya, melalui pola asuh yang positif akan membantu anak dalam meniru perilaku positif. Kelainan kejiwaan CU dapat dinetralisir perlahan-lahan.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wright (2018) dalam Journal of child psychology and psychiatry menyatakan bahwa positive parenting atau pola asuh positif pada tahun-tahun pertama tumbuh kembang anak mampu meningkatkan kepekaan anak terhadap emosi orang lain.

Wright menyetakan bahwa anak adalah peniru yang paling hebat. Siapapun yang ia tiru sejak kecil selain orang tua atau orang-orang terdekatnya, akan menjadi penentu perilakunya ketika dewasa. Jadi peran orang tua atau orang-orang terdekat sangat penting.

Pola asuh yang positif kepada anak juga akan membuat anak merasa aman dan nyaman kepada orang tua atau kepada orang-orang terdekatnya. Dan berlaku sebaliknya apabila orang tua atau orang terdekat memiliki pola asuh yang kurang/tidak baik maka anak akan menunjukkan perilaku menyimpang, dan kemungkinan terburuk bisa jadi akan terjadi di kehidupan mendatang bagi anak-anak yang menderita CU.;

Erlina Anggraini, Mahasiswa Master of Developmental and Educational Psychology
Di Northeast Normal University (NENU), China.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.