‘’when a person can’t find a deep sense of meaning, they distract themselves with pleasure’’
-Fiktor E. Frankl-
Memimpikan membeli mobil sport baru dan membayangkan betapa bahagianya ketika bisa membeli dan mengendarainya keliling kota. Jika kebetulan bisa membelinya, kebahagiaan itu kita dapatkan. Mendapatkan sensasi bahagia setiap kali mengendarainya atau bahkan hanya dengan memandangnya. Tapi berapa lama kebahagiaan itu akan bertahan? Sebulan? Dua bulan? Atau setahun dua tahun?
Kemudian kebahagiaan muncul dalam level yang lebih tinggi, bukan lagi tentang mobil sport, tetapi mungkin berganti menjadi sesuatu yang lebih sulit untuk digapai. Kenaikan pangkat, rumah baru, atau liburan keliling Eropa.
Kita seperti terus diajak berlari mengejar kebahagiaan yang bahkan hanya mampu kita nikmati dalam rentang waktu yang relatif cepat, untuk kemudian merasa biasa lagi dan beralih mengejar kebahagiaan dalam bentuk yang lain. Yang tentunya memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi untuk digapai.
Orang-orang terus mengejar kebahagiaan karena mereka percaya bahwa kebahagiaan yang lebih besar akan dirasakannya jika keinginannya terpenuhi, tujuan berikutnya tercapai, hubungan sosial berikutnya terbentuk, atau masalah terpecahkan.
Impian-impian baru tentang gambaran kebahagiaan terus terbentuk dan menarik kita untuk terus mengejarnya, tanpa menyadari bahwa dalam jangka panjang upaya tersebut akan kembali menarik kita ke titik awal.
Kebahagiaan hanyalah reaksi jangka pendek terhadap perubahan keadaan seseorang. Hal ini dikenal dengan sebutan hedonic treadmill, dimana pencapaian atau kenikmatan yang kita peroleh hanya memberikan kebahagiaan sementara, setelah itu kita kembali merasa kurang puas dan terus mencari lebih.
Fenomena ini menggambarkan bahwa kebahagiaan manusia memiliki satu titik tetap yang bisa dipengaruhi oleh faktor eksternal. Tetapi setelah suatu periode adaptasi, kebahagiaan itu akan kembali ke tingkat semula.
Seperti halnya saat kita berlari di atas treadmill, tidak peduli seberapa keras seseorang mencoba untuk berlari, ia akan tetap berada di tempat yang sama. Hedonic treadmill menunjukan bahwa secara umum, tingkat kebahagiaan kita, setelah digerakkan ke arah positif atau negatif, naik atau turun, pada akhirnya akan kembali ke tempat semula seperti sebelum pengalaman itu terjadi.
Dalam buku populernya The Pursuit of Happiness, David Myers (1992) menuliskan ‘’The point not be overstated: every desirable experience: passionate love, a spiritual high, the pleasure of a new possession, the exhilaration of success, is transitory’’. Bahwa setiap pengalaman yang didamba-dambakan berupa cinta yang penuh gairah, kepuasan spiritual, kesenangan akan kepemilikan baru, atau kegembiraan akan kesuksesan hanyalah bersifat sementara. Myers menyebutkan bahwa adaptasi adalah sebuah kunci untuk memahami kebahagiaan. Meski setiap individu mempunyai perbedaan dalam tingkat adaptasi.
Brickman dan Campbell (1971) menggambarkan hedonic treadmill memiliki proses yang mirip dengan hidung manusia yang dengan cepat mampu beradaptasi terhadap banyak aroma untuk kemudian menghilang dari kesadaran.
Jika mau memikirkannya, tentu pemahaman hedonic treadmil memantik seseorang untuk memikirkan tentang hidup itu sendiri, yang sering kali dihabiskan hanya untuk mengejar satu kebahagiaan menuju kebahagiaan yang lainnya.
Melihat pandangan dari seorang filsuf dan psikolog Austria, Fiktor E. Frankl yang mengatakan bahwa kebahagiaan akan datang dengan sendirinya sebagai efek samping dari kehidupan yang bermakna dan penuh tujuan. Seseorang yang hanya fokus untuk mengejar kebahagiaan dan melupakan mengejar kehidupan yang bermakna hanya akan mendapatkan kehampaan dan kelelahan.
Teori hedonic treadmil menjelaskan dengan gamblang dan menuntun kita untuk beralih membangun hidup yang lebih bermakna. Terutama di zaman modern ini, dimana koneksi otentik semakin hilang, perbandingan sosial yang kronis dan standar hidup yang absurd semakin mendistraksi kita. Terutama untuk tetap fokus mengejar kehidupan yang lebih bermakna dan hanya memburu kesenangan-kesenangan sementara.
**