Di awal kitab ini, Kiai Bisri mengisahkan bahwa dari beberapa koleganya ada yang merasa tak pantas menjadi pemimpin, padahal sebenarnya ia punya kemampuan untuk itu. Ia tak pede berkumpul dengan masyarakat, sehingga menghindari menjadi pemimpin mereka. Ia juga khawatir kalau dipasrahi tanggung jawab kepanitian misalnya, sedangkan ia tak punya seni (siyasah) menata masyarakat dan trik berbicara di depan mereka di acara-acara umum.
Sebagai ikhtiyar mengatasi rasa tak percaya diri ini, Kiai Bisri menulis kitab yang berisi tentang cara menata masyarakat dan berbicara di depan umum, yang berjudul Zaduz Zu’ama wa Dakhiratul Khutaba’, yang artinya kira-kira: Bekal Para Pemimpin dan Pendagogis.
Pertama-tama Kiai Bisri membagi masyarakat menjadi tujuh golongan (asnaf). Pembagian ini bukan tak berarti apa-apa, namun berkait erat dengan cara seorang pemimpin bersikap (siyasah).
Kitab ini juga menjelaskan tentang tata cara musyawarah. Perlunya mengangkat pemimpin dalam bermusyawarah, istilah kita moderator, adalah salah satu dari tata cara musyawarah yang ditawarkan Kiai Bisri.
Kiai Bisri dalam kitabya ini menjelaskan pula persiapan-persiapan yang sebaiknya dilakukan oleh para pendagogis atau penceramah sebelum berpidato seperti makan secukupnya terlebih dahulu supaya tak terserang oleh rasa lapar yang sangat nantinya.
“Kalau biasa minum kopi”, tulis Kiai Bisri, “ya minum kopi dulu!”
Dalam kitab ini juga dijelaskan bagaimana kita menghadapi situasi kalau dalam forum pengajian yang pembicaranya adalah kita, ini tampaknya sering terjadi pada kita, hadir orang-orang yang lebih alim dari kita seperti guru-guru kita.
Kitab ini juga dilengkapi dengan ayat-ayat al-Quran dan beberapa hadis nabi sebagai bekal untuk itu.
Zaim Ahya, pemilik kedai tak selesai