“Menghindari hal-hal haram dengan perkara mubah”

Kalimat di atas, kendati mungkin tak persis, sering penulis dengar dari Gus Baha. Sepertinya sederhana, namun terasa sangat dalam, minimal bagi penulis sendiri, dan bisa sebagai landasan dalam banyak hal.

Biasanya kita sering terjebak dalam berpikir oposisi biner; melawankan satu hal dengan hal lain dengan kaku. Seperti solusi untuk terhindar dari perbuatan maksiat, kita harus berbuat ta’at yang secara zahir bernilai ibadah. Padahal, walaupun hal itu benar, tapi tak selalu demikian.

Ternyata, seakan kita baru tahu, menghindari maksiat bisa dengan menikmati hal-hal mubah, dan itu macamnya sangat banyak sekali. Contoh sedehana untuk terhindar dari maksiat, kita bisa ngopi di kedai — contoh ini bukan semata-mata karena saya punya kedai ya 😂.

Dalam konteks pemberdayaan pemuda desa misalnya, kalimat di atas juga bisa jadi landasan. Supaya pemuda-pemuda desa tak terjebak dalam minuman keras dan perjudian misalnya, tak selalu dengan mengajak mereka musala atau ngaji, tapi bisa dengan cara mengajak mereka untuk menghidupkan beberapa cabang olahraga seperti sepak bola dan tenis meja.

Saya pernah mendapat cerita, ada seorang kiai desa, dalam rangka mengajak ngaji para pemuda, pertama-tama dengan mendukung kegiatan olahraga.

Jangan remehkan perkara mubah!

Zaim Ahya, 2 Agustus 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.