Apa yang menimbulkan kepanikan dan keruwetan dari persebaran covid-19 yang belum terselesaikan hingga sekarang? Ketakutan akan kematian karena keganasan virus ini? Rasa muak akibat ketidaktegasan pemerintah menangani pandemi? Atau khawatir dengan potensi ambruknya sistem ekonomi?
Jika menelusuri lebih jauh, kepanikan yang melanda masyarakat karena virus ini turut membawa digit-digit angka yang tidak diinginkan. Covid-19 sukses meruntuhkan digit angka yang berhasil ditumpuk dan ditingkatkan negara dengan susah payah. Covid-19 juga melambungkan digit angka yang selama ini ditekan bahkan dihilangkan oleh penyelenggara negara.
Melihat dari sudut pandang ini, informasi media tentang covid-19 tak lebih dari sekadar berita tentang pembaruan angka-angka. Suatu entitas yang menjadi pondasi utama dan sumber kehidupan masyarakat modern.
Kurva Covid-19; Dinanti tapi Bikin Ngeri
Angka pertama yang selalu menjadi sasaran empuk pemberitaan media ialah pembaruan kurva covid-19 yang diumumkan pemerintah secara berkala. Juru bicara Pemerintah Indonesia untuk penanganan covid-19, Achmad Yurianto mendadak menjadi populer.
Ketika menyaksikan pembaruan data covid-19, masyarakat seakan merasakan sensasi layaknya menonton film horor. Rasa ingin tahu masyarakat yang tinggi, membuat kehadiran Yurianto selalu dinanti. Di waktu yang sama, masyarakat juga merasa ngeri menerima informasi ganasnya pandemi.
Pada hakikatnya, tanpa menyandang embel-embel covid-19, digit angka yang disampaikan Yurianto tak lebih dari rentetan bilangan biasa. Sayangnya, predikat covid-19 telah membuat angka tersebut menjadi cermin atas perkembangan langkah strategis pemerintah dalam usaha mengatasi pandemi.
Digit angka covid-19 yang tak kunjung mengecil menjadi sasaran kritik para ahli, cendikiawan, dan aktivis atas langkah strategis pemerintah. Apa saja kebijakan pemerintah dalam menangani covid-19 yang menuai kritik? Banyak. 10 jemari tangan tak akan cukup untuk menghitung jumlah kritikan ini.
Mulai dari keterbukaan data covid-19, koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang tidak sejalan, penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran, hingga alur pemberian bantuan yang dianggap rawan disalahgunakan. Itu hanya empat contoh di antara puluhan kritik yang diterima pemerintah.
Tidak ingin terjebak pada pusaran kritik yang menjemukan, masyarakat pun berinisiatif membuat laman laporcovid19.org. Sebuah platform daring yang menggunakan pendekatan citizen reporting untuk mendata segala hal yang berkaitan dengan covid-19 yang luput dari perhatian pemerintah. Platform ini menyajikan angka-angka yang bisa memberikan sudut pandang alternatif dari informasi covid-19 yang beredar di media arus utama.
Angka-angka matematis ini menjadi acuan bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan strategis. Pertanyaannya kemudian, mungkinkah kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi persebaran covid-19 juga bersifat matematis? Perlu riset lebih mendalam untuk menjawab pertanyaan ini.
Satu hal yang pasti, pertumbuhan kurva kasus covid-19 yang cenderung meningkat, sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat. Sehingga pendekatan matematis perlu dikolaborasikan dengan pendekatan sosial.
Ekonomi Melawan Pandemi; Ragam Reaksi dan Prediksi
Semenjak dua bulan terakhir, kegiatan ekonomi melambat, bahkan di beberapa sektor terpaksa harus dihentikan total. Melalui iklan layanan sosial masyarakat yang disebar di berbagai platform, pemerintah dan influencer menggaungkan work from home (WFH) agar roda ekonomi tetap berputar.
Suatu gerakan yang sebenarnya dilanda dilema, sebab 60% tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor informal. Mereka tidak bisa WFH. Mereka harus bekerja di lapangan untuk membuat dapur tetap mengepul. “Sudah jatuh, tertimpa tangga”, peribahasa yang tepat menggambarkan kondisi pekerja informal saat ini.
Di satu sisi dapur mereka terancam padam karena semakin sulitnya bertahan di tengah pandemi. Di sisi lain, mereka juga bertaruh nyawa menghadapi kemungkinan lebih besar terinfeksi covid-19. Seakan hanya ada dua pilihan: mati karena terjangkit covid-19 atau mati karena kelaparan. Adakah pilihan lain?
Ada. Menyelamatkan diri dari kematian dengan mengharapkan uluran tangan pemerintah dan para influencer melalui berbagai cara. Pemerintah Indonesia telah mengesahkan berbagai kebijakan untuk menyelamatkan perekonomian dari gempuran covid-19. Pemberian bantuan sosial, subsidi listrik, dan kartu pra kerja menjadi beberapa contohnya. Sejauh ini, program telah berjalan meskipun menuai kritik terkait teknis pelaksanaannya.
Para aktivis kemanusiaan dan influencer pun ikut serta bepartisipasi menyelamatkan ekonomi pekerja informal. Konser penggalangan dana untuk masyarakat terdampak covid-19 menjadi satu hal yang paling banyak dilakukan. Salah satunya dilakukan Didi Kempot, beberapa waktu sebelum ia meninggal dunia. Konser amal itu berhasil menggalang dana sejumlah Rp5,3 miliar. Koser amal terkini, diselenggarakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) 17 Mei 2020 lalu. Meskipun konser ini menuai banyak kritik karena dinilai mengabaikan protokol covid-19.
10 digit angka yang berhasil digalang, disalurkan kepada masyarakat kelas menengah ke bawah yang terdampak covid-19 dalam berbagai bentuk. Bantuan tersebut diharapkan mampu memberi harapan kepada masyarakat untuk senantiasa berjuang di tengah pandemi.
Sementara di balik tulisan ini, saya mengandaikan betapa pusingnya pemerintah mengkalkulasi angka-angka yang terlampau besar untuk dilindungi. Kondisi berlawanan, masyarakat kelas bawah juga puyeng menghitung angka kebutuhan rumah tangga yang tak terbeli. Covid-19 membuat sistem angka penopang kehidupan masyarakat modern menjadi tidak terprediksi.
Nashokha