Sebelum ilmuan Eropa berbicara tentang mikroba/bakteri seperti ilmuan kenamaan Italia Giroloma Fracastoro dan dokter sekaligus ahli biologi dari Prancis Louis Pasture, Aksemsedin seorang ulama sufi sekaligus mursyid tarekat Bayramiyah di tanah Ottoman sudah berbicara tetang temuan itu ratusan tahun sebelumnya.

Aksemseddin (1389-1459) merupakan seorang tokoh sufi kenamaan di abad 15. Kedalamannya atas penguasaan berbagai disiplin ilmu keislaman juga masyhur dalam catatan sejarah. Hingga hari ini, namanya disebut-sebut sebagai salah satu tokoh sufi yang paling berpengaruh dalam sejarah Ottoman.

Dalam hazanah keilmuan tasawuf, Aksemseddin tercatat sebagai ulama yang produktif. Karyanya banyak menjadi rujukan ulama saat itu. Sementara dalam kancah perpolitikan Ottoman, ia disebut-sebut sebagai sumber kekuatan spiritual Muhammad al-Fatih sang penakluk kota Konstantinopel (Istanbul hari ini). Di bawah asuhan Aksemseddin, Muhammad al-Fatih kecil tumbuh dan mendapatkan pendidikan spiritual, mempersiapkan penaklukan sampai dengan berhasilnya Ottoman mengambil alih ibu kota Romawi Timur.

Sayangnya kajian tentang Aksemseddin hingga saat ini masih seputar sumbangsihnya dalam dunia spiritual Islam dan perpolitikan Ottoman. Sementara keahliannya dalam disiplin ilmu lain tidak banyak disinggung.

Sebelum membahas ini, mari kita berkenalan dengan Aksemseddin. Nama aslinya adalah Sheikh Muhammad Shamseddin bin Hamza. Ia dilahirkan di Damaskus pada tahun 1389, dan merupakan keturunan dari Abu Bakar (ra). Karena jenggotnya yang berwarna putih dan kebiasaannya menggunakan jubah putih, Ia lebih dikenal dengan nama Ak Syeh atau syaikh putih, dan dengan cepat orang Turki menyebutnya Aksemseddin.

Sejak kecil Aksemseddin sudah tertarik pada ilmu dan seni. Pendidikan dasarnya dia tempuh di bawah asuhan wali besar Haji Bayram Veli. Pada saat itu yang dimaksud dengan pendidikan dasar adalah pendidikan agama Islam. Di bawah asuhan Bayram Wali, Aksemseddin menjadi pribadi muslim yang alim dan tawadu. Kelak ia juga akan menyebarkan tarekat gurunya yang dikenal dengan tarekat Bayramiyah.

Setelah selesai belajar dengan Bayram Wali, ia mulai menekuni disiplin ilmu di luar ilmu agama. Karena kecerdasan, bakat dan semangatnya di usia yang masih sangat muda, Aksemseddin telah belajar banyak disiplin ilmu seperti kedokteran, astronomi biologi dan matematik. Namun ternyata kecenderungannya dalam ilmu kedokteran membuatnya meninggalkan ilmu lain dan menghabiskan waktunya untuk ilmu kesehatan.

Studi Medis

Bawaan pribadinya cerdas dan tekun. Keahliannya dalam bidang agama Islam, dan juga keahlian dalam ilmu kedokteran, ia capai dalam waktu yang singkat. Berawal dari belajar secara otodidak, lalu diteruskan dengan melanglang buana menemui ahli medis terkemuka pada saat itu untuk menimba ilmu. Taşkopruzade dalam karyanya Şakaik ketika membicarakan tentang manaqib (kisah hidup) Aksemseddin, ia menjulukinya dengan Lokman-I Sani (Lukman kedua) dan Tabib-I Ebdan (dokter badan).

Julukan yang diberikan kepada Aksemseddin seperti dokter badan kiranya tidak berlebihan, dan sangat layak didapatkan oleh beliau. Bagaimana tidak, langkah-langkahnya dalam melakukan diagnosa pada satu penyakit saat itu bisa terbilang selalu tepat dan segera dia bisa menemukan penawarnya.

Setidaknya ada dua karya Aksemseddin dalam disiplin ilmu kedokteran. Yang paling terkenal adalah Maidetul Hayat (life matter). Sementara karya penting lainnya adalah Kitab-ül Med (buku medis). Kedua karya ini berbicara seputar temuan-temuannya dalam bidang kesehatan.

Bapak Mikrobiologi

Sebagai ilmuan yang mendalami dunia medis Aksemseddin sering terlibat dalam penelitian penting tentang penyakit. Pada waktu itu terdapat wabah yang menewaskan ribuan orang. Masyarakat panik, berita menyebar ke mana-mana, sementara ahli kedokteran pada saat itu angkat tangan. Aksemseddin, terinspirasi dari sebuah hadis Nabi “setiap penyakit ada obatnya”, kemudian otaknya bekerja keras mencari penyebab dari wabah tersebut. Penelitian dikerjakan sampai pada satu kesimpulan bahwa penyakit menular dari manusia ke manusia yang lain melalui benih yang tidak terlihat oleh mata telanjang: mikroba/bakteri.

Peristiwa ini merupakan pertama dalam sejarah kedokteran ada seorang tokoh bicara tentang adanya entitas kecil, yang tidak bisa dilihat oleh mata telanjang tapi bisa menularkan penyakit. Temuannya ini dicatat oleh Aksemseddin dalam karyanya Maddetul-Hayat. Sebuah karya kedokteran yang terdiri dari 17 halaman itu dalam sebuah bagian melaporkan:

Adalah salah untuk menganggap bahwa penyakit terjadi pada manusia satu per satu. Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang saat bertemu. Penularan ini terjadi melalui biji hidup yang terlalu kecil untuk dilihat. Dilihat dari jenisnya ada penyakit yang hidup seperti tumbuhan dan hewan, mereka memiliki biji dan asal, seperti biji rumput dan akarnya. (Maddetul Hayat)

Dalam keterangan di atas sepertinya Aksemseddin sedang melawan anggapan ahli medis pada saat itu yang melihat bahwa wabah penyakit ada pada manusia satu persatu. Melalui kajiannya, ia mengajukan tesis baru bahwa wabah penyakit yang mematikan ribuan penduduk ditularkan dari satu orang ke yang lainnya melalui sebuah entitas kecil yang kelak disebut sebagai bakteri. Hanya saja entitas itu kecil dan tidak kasat mata sehingga tidak setiap orang bisa melihatnya. Dengan demikian, Akşemseddin¸ sedang menggambarkan mikroba/bakteri untuk pertama kalinya dalam sejarah, bahwa semua jenis penyakit diciptakan oleh organisme tak kasat mata.

Dari sini pakar kedokteran Turki modern seperti Osman Şevki Uludağ¸ Bedi N. Şehsuvaroğlu¸ Adnan Adıvar¸ Süheyl Ünver dan Ekmeleddin İhsanoğlu berpendapat bahwa Aksemseddin harus dianggap sebagai orang pertama yang menyebutkan mikroorganisme dalam sejarah dan dia patut dicatat sebagai bapak ilmu mikrobiologi.

Maddetul Hayat selanjutnya menjadi buku bacaan wajib di Beayazid Kuliyesi (universitas) pada fakultas kedokteran dan diikuti seluruh sekolah kedokteran masa Ottoman. Pada periode itu karya ini pertama kali diterbitkan dan disebarkan ke seluruh wilayah Ottoman. Kedua karya Aksemseddin saat ini bisa diakses di perpustakaan nasional Turki dan perpustakaan manuskrip Salimiye yang terletak di Edirne Turki. Keduanya masuk dalam katalog kedokteran Islam. Sementara salinan tertua dari karya ini adalah milik Ali Emiri (1857-1924) dengan tahun publikasi 1685 M/1096 H.

Ahmad Munji, Ketua Tanfidziyah PCI NU Turki dan mahasiswa doktoral di Universitas Marmara Turki

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.