Sebelum membahas nasib manusia di masa depan, saya jadi teringat sebuah buku yang belum bisa saya beli. Tetapi, sedikit isinya sudah saya lahap.

Saya agak lupa judul bukunya. Untung saja, kata “bedil” jadi perantara kebaikan Tuhan yang mengembalikan memori saya. Buku itu berjudul bedil, kuman dan baja karya Jared Diamond.

Dalam buku itu, Jared bilang bahwa dalam sejarahnya, peradaban umat manusia mengalami pasang surut sebab bedil dan besi (peperangan). Lalu, karena kuman yang menghancurkan tumbuhan dan ternak (makanan). Sehingga banyak yang berpenyakit dan kelaparan.

Entah setuju atau tidak, tetapi yang jelas dalam buku homo deus, Yuval Noah Harari menyebut faktor yang hampir sama. Kelaparan, wabah, peperangan ia sebut sebagai faktor klasikal.

Kalau di masa lalu kepunahan berjuta manusia karena hal-hal tersebut, lalu bagaimana sekarang?

Dalam buku yang sama, Harari menjelaskan bahwa masa depan umat manusia sedang terancam. Teknologi buatan manusia diramalkan akan mengancam masa depan. Ia akan menjadi bumerang bagi mereka sendiri.

Harari meramalkan masa depan umat manusia akan dipenuhi dengan manusia-manusia buatan dengan kecerdasan algoritma. Bukan hanya menyamai, bahkan dengan kecerdasan itu ia dapat melebihi kemampuan manusia.

Karena itu, di masa depan bisa jadi presiden Indonesia adalah manusia buatan. Semua pekerjaan manusia yang bersifat top-down akan dikerjakan mesin dan robot dengan kecerdasan algoritma dengan media jaringan internet dan data.

Dan eksesnya sebagian manusia yang lolak-lolok, tidak kreatif akan tersingkir, menjadi gelandangan peradaban. Sebab, pekerjaannya telah direbut oleh para pemodal yang lebih memilih manusia buatan.

Akankah ramalan Harari akan diijabahi Tuhan?

Bagi saya, ramalan Harari masih relatif. Sebab, yang objektif hanyalah Tuhan dengan berbagai pengetahuan tentang masa depan.Tetapi, bahwa kemungkinan peradaban umat manusia akan punah, memang benar. Tetapi apa sebabnya, masih debatable.

Bagi yang mempercayai dogma agama, kepunahan umat manusia sebab kiamat. Kiamat adalah hancurnya langit dan bumi serta segala isinya, termasuk peradaban umat manusia.

Ada yang meramalkan kiamat tahun 2012 atau beberapa puluh tahun lagi dengan argumentasi umur umat islam hanya 1500 tahun. Sementara sekarang sudah memasuki tahun ke 1440. Artinya 50 tahun lagi umat manusia di dunia akan punah, sepunah-punahnya.

Saya sendiri meyakini bahwa peradaban manusia akan hancur, sebagaimana diramalkan oleh Harari atau berbagai dogma agama.Tepi kehancuran itu tidak disebabkan oleh kecerdasan manusia buatan. Bagaimana mungkin manusia dengan kemampuan akalnya tersingkir oleh sesuatu yang diciptakan tangannya sendiri? kemungkinan sangat kecil.

Umat manusia akan punah bukan karena ia tersingkir oleh manusia buatan itu, atau tersingkir pada tahun-tahun tertentu sebagaimana diramalkan Harari dan beberapa tokoh lain.

Saya meyakini ketidakadilan dalam tatanan sosial menjadi penghancur peradaban manusia. Kapanpun waktunya, jika ketidakadilan bertumpuk, momentum itu akan tiba. Kelaparan, perang, wabah semua berasal dari ketidakadilan sosial yang dikirim Tuhan untuk menghukum para pelaku dan masyrakat sekitarnya. Kejadian di masa lalu itu menurut saya sebab utamanya adalah ketidakadilan.

Cerita tentang Tuhan dengan kaum Tsamud dan Kota Atlantis misalnya, ada yang mengatakan bahwa kehancurannya karena praktik-praktik kezaliman yang merajalela.

Kehancuran peradaban Pak Harto misalkan, teejadi karena otoritarianisme dan kebijakan pembangunan yang tidak adil.

Ramalan Harari soal kepunahan manusia memang sangat mungkin terjadi tetapi faktor terbesarnya bukan sebab manusia buatan. Tetapi ketidakadilan.

Ketika manusia buatan benar-benar sudah eksis di dunia manusia, yang pertama kali membelinya pastinya adalah para tuan, raja dan bos. Mereka akan mengendalikan kehidupan manusia lain menggunakan manusia butan tersebut.

Bagaimana caranya?

Para pemodal akan lebih bahagia jika pabrik dan perusahaannya dikerjakan oleh manusia-manusia yang tidak banyak protes, tidak punya perasaan. Karena manusia buatan dengan segala kecerdasan algoritmanya akan selalu nurut sama empunya.

Ia juga lebih rapi dalam bekerja karena telah diprograk serapi mungkin. Sehingga para pemodal lambat laun akan menyingkirkan manusia lain yang sebenarnya menbutuhkan bantuan ekonomi melalui pembukaan lapangan kerja. Para bos hanya akan mengambil manusia dengan ijazah melangit.

Ketika realitanya manusia akan kehilangan pekerjaanya. Ia tak akan mampu bertahan hidup. Ia akan punah. Realita ini sumber asalnya adalah ketidakadilan. Ia akan menjadi pemantik kehancuran peradaban.

Tetapi disisi lain, meskipun saya mengatakan bahwa sangat kecil kemungkinan manusia buatan mengendalikan empunya. Tetapi para tuan dan bos pun akan hancur jika melihat cerita doraemon.

Kalau kita melihat doraemon, sebenarnya pesan itu sangat jelas. Doraemon adalah simbol era modernitas. Ia membawa berbagai alat canggih untuk manusia.

Awalnya memang untuk memudahkan aktivitas manusia. Tetapi pada akhirnya Nobita dan kawan-kawannya selalu salah dalam mempergunakannya. Sama seperti manusia buatan, awalnya untuk mempermudah kehidupan manusia. Namun, pada akhirnya bisa jadi manusia akan termakan teknologinya sendiri.

Lalu bagaimana Indonesia?

Hari ini sedang gencar kampanye revolusi industri 4.0. Saya yakin belum banyak masyarakat yang tahu apa isi revolusi itu. Apalagi bapak dan ibu saya yang setiap harinya bergelut dengan sawah dan hewan ternak.

Di satu sisi revolusi industri 4.0 sudah menjalar ke Indonesia. Ini artinya ramalan Harari soal manusia buatan akan segera terwujud di Indonesia. Disisi lain masyarakat masih awam. Ini artinya masyarakat Indonesia belum sepenuhnya siap.

Sebab, revolusi industri 4.0 adalah perubahan mekanisme kerja-kerja diindustri yang membutuhkan perangkat digital dan robot yang dioperasikan oleh manusia-manusia berdisertasi.

Padahal, jika melihat mayoritas masyarakat Indonesia, sepertinya program pendidikan untuk mengarahkan para pelajar ke sana belum terealisasi maksimal.

Meskipun demikian, saya meyakini seyakin-yakinnya bahwa tanpa revolusi industri 4.0 pun, Indonesia tetap bisa mengembangkan peradabannya. Asalkan syarat keberlangsungan peradaban itu tetap ditegakkan. Apa itu? Ya, keadilan.

Gus Ma’ruf, penikmat buku

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.